KELOMPOK SOSIAL
1.
Pengertian
Kelompok Sosial
Secara sosiologis istilah kelompok
mempunyai pengertian sebagai suatu kumpulan dari orang-orang yang mempunyai
hubungan dan berinteraksi, dimana dapat mengakibatkan tumbuhnya perasaan
bersama. Dalam buku Sociology An
Introduction. Joseph S. Roucek dan Roland L. Warren (1984), menyatakan
bahwa satu kelompok meliputi dua atau lebih manusia yang diantara mereka
terdapat beberapa pola interaksi yang dapat dipahami oleh para anggotanya atau
orang lain secara keseluruhan. Mayor Polak (1979) berpendapat bahwa kelompok
adalah suatu group, yaitu sejumlah orang yang ada antara satu sama lain dan
antar hubungan itu bersifat sebagai struktur. Sedangkan menurut Wila Huky
(1982), bahwa kelompok merupakan suatu unit yang terdiri dari dua orang atau
lebih, yang saling berinteraksi atau saling berkomunikasi.
Menurut Soerjono Soekanto, bahwa
himpunan manusia baru dapat dikatakan sebagai kelompok sosial apabila memenuhi
persyaratan tertentu, yaitu antara lain :
1. Setiap
anggota kelompok tersebut harus sadar bahwa dia merupakan sebagian dari
kelompok yang bersangkutan.
2. Ada
hubungan timbale balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya,
dalam kelompok itu.
3. Ada
suatu faktor yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota kelompok itu, sehingga
hubungan antara mereka bertambah erat.
4. Berstruktur,
berkaidah dan mempunyai pola perilaku.
2.
Ciri-Ciri
Kelompok Sosial
1. Kelompok
selalu terdiri dari paling sedikit dua orang dan terus dapat meningkat menjadi
lebih dari itu.
2. Terbentuknya
kelompok, sebenarnya bukan karena ia telah memenuhi persyaratan jumlah. Yang
pokok adalah bahwa di antara anggota ada saling interaksi dan komunikasi.
3. Komunikasi
dan interaksi yang merupakan suatu unsur utama dalam suatu kelompok harus
bersifat timbal balik. Komunikasi satu arah tidak membentuk interaksi dalam
kelompok.
4. Kelompok-kelompok
dapat bertahan dalam jangka panjang, tetapi juga hanya bersifat sementara atau
jangka pendek.
5. Kelompok
dan ciri-ciri kehidupan kelompok dapat juga ditemui di dalam kehidupan
binatang, seperti lebah, kera dan sebagainya. Perbedaan dengan kelompok
manusia, yaitu di sini tidak ada kelanjutan kebudayaan dari satu generasi ke
generasi berikutnya.
6. Adanya
minat dan kepentingan bersama merupakan faktor utama pembentukan kelompok.
Walaupun demikian, dapat juga pembentukan kelompok tanpa adanya persamaan minat
dan kepentingan.
7. Kelompok
dapat terbentuk karena adanya situasi yang menuntut pembentukannya. Kelompok
merupakan satu kesatuan dalam dirinya sendiri.
3.
Klasifikasi
kelompok Sosial
a. Kelompok
di klasifikasikan berdasarkan kualitas atau tipe relasi yang ada di antara para
anggota kelompok, yaitu :
·
Kelompok primer dan
kelompok sekunder.
Kelompok
primer ditandai oleh asosiasi-asosiasi tatap muka yang karab dan intim serta
relasi-relasi yang bersifat informal.
Kelompok
sekunder ditandai oleh kontak-kontak formal dan hubungan-hubungan yang tak
berpribadi, seperti hubungan para petani dengan agen pertanian.
Menurut Horton, kelompok primer bersifat
relationship directed, sedangkan kelompok sekunder bersifat goal oriented.
·
Kelompok formal dan
informal.
Kelompok
formal ditandai oleh penjabaran tugas dan wewenang yang jelas serta
peraturan-peraturan operasional lainnya yang mengikat tingkah laku para
anggota. Kelompok informal ditandai oleh hubungan-hubungan yang informal atau
tidak resmi, akrab dan tidak kaku seperti kelompok-kelompok persahabatan.
·
Gemeinschaft dan
Gesellschaft
Horton
menjelaskan bahwa gemeinschaft adalah suatu masyarakat dimana hamper semua
hubungan di dalamnya bersifat tradisional atau bersifat pribadi. Dalam kelompok
seperti itu, kurang dikenal sistem kontrak dan dokumen-dokumen tertulis, melainkan
pola-pola tradisional yang ada dan di terima masyarakat itulah yang menjadi
alat interaksi dan juga transaksi.
Gesellschaft
merupakan suatu masyarakat dimana tidak ada pengikatan yang bersifat pribadi.
Dalam msyarakat ini, sistem kontrak telah mengganti ciri-ciri gemeinschaft yang
tradisional. Hubungan –hubungan di dasarkan pada sistem tawar-menawar dan
persetujuan-persetujuan tertulis yang dirumuskan secara jelas.
b. Klasifikasi
kelompok di dasarkan pada tingkat atau klas sosial.
Kelompok
horizontal digunakan untuk menggambarkan anggota-anggota yang mempunyai
kesamaan status atau posisi dalam sistem tingkatan atau klas sosial.
Kelompok
vertical merupakan suatu kelompok yang disusun atau yang terdiri dari
anggota-anggota dengan lapisan sosial yang beraneka ragam.
c. Klasifikasi
kelompok didasarkan pada size atau ukuran. Kelompok dapat mempunyai ukuran yang
beraneka ragam dari yang kecil sampai dengan yang besar.
d. Klasifikasi
kelompok didasarkan pada ‘personal feeling of belonging’. Dalam sosiologi
istilah in group dipergunakan untuk melukiskan suatu kelompok yang di dalamnya
setiap anggota merasa dirinya secara kuat termasuk dan terkait dalam kelompok
itu serta mengidentifikasikan diri dengannya.Kelompok-kelompok lainnya yang ia
rasakan sebagai yang bukan kelompoknya disebut out group.
e. Klasifikasi
kelompok didasarkan pada “compulsion of participation”. Klasifikasi ini
didasarkan pada perasaan terpaksa atau tidaknya para anggota untuk
berpartisipasi dalam kelompok.
f. Reference
group.
Kelompok
ini sering tidak dimasukkan dalam uraian tentang klasifikasi kelompok oleh
sejumlah sosiolog, karena tidak termasuk tipe dengan klasifikasi kelompok
seperti di atas.
Menurut
Hartley, kelompok referensi dapat dirumuskan sebagai kelompok dengan mana
seseorang mengidentifikasikan diri dan menerima norma dan tujuan kelompok
tersebut tanpa menjadi anggotanya.
4.
Contoh
Kelompok Sosial
Berikut
ini adalah contoh kelompok sosial di sekitar kita :
a. Kelompok Sepeda Onthel Yogyakarta
c. Fatinistic Jember (kelompok penggemar
Fatin)
d. Remaja Masjid
e. Karang Taruna
f. Kelompok Ronda
g. Kelompok Pecinta Reptil
h. Kelompok Sosial Arisan ibu-ibu dan
bapak-bapak
i.
Komunitas
Pecinta Alam
j.
Ibu
ibu PKK
k. Kelompok Futsal
l.
Komunitas
Senam Sehat Hari Minggu
m. Kelompok Sosial Peduli Bersama
n. Komunitas K-popers
LEMBAGA
SOSIAL
5.
Pengertian
Lembaga Sosial
Para sosiolog telah berusaha merumuskan
Lembaga sosial itu dengan berbagai macam cara, antara lain :
1. Horton
merumuskan Lembaga sosial sebagai suatu sistem hubungan-hubungan sosial yang
mengandung nilai dan prosedur-prosedur tertentu dalam usaha memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pokok dari masyarakat.
2. Landis
merumuskan Lembaga sosial sebagai struktur budaya formal yang dirancang untuk
menemukan dan memenuhi kebutuhan sosial pokok.
3. Fitcher
melihatnya sebagai struktur dari pola-pola sosial yang permanen. Pola-pola ini
mengandung peranan dan hubungan-hubungan manusia dengan dukungan sangsi untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial pokok.
4. Robert
Mac Iver dan C.H. Page mengemukakan bahwa Lembaga sosial merupakan prosedur
atau tata cara yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia yang
tergabung dalam satu kelompok masyarakat yang disebut asosiasi.
5. Liopold
von Wiese dan Becker menjelaskan Lembaga sosial sebagai jaringan proses-proses
hubungan antar manusia dan antar kelompok sosial yang berfungsi memelihara
hubungan-hubungan itu serta pola-polanya sesuai dengan minat dan kepentingan
individuu dan kelompoknya.
Dari definisi di atas, ternyata bahwa Lembaga
sosial yang merupakan sistem-sistem tingkah laku yang tersusun secara baik
berbeda dengan organisasi atau kelompok yang terdiri dari sejumlah orang.
6.
Fungsi-Fungsi
Lembaga Sosial
Lembaga sosial yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan sosial yang pokok, pada dasarnya terbentuk dari sejumlah
unsur sosial dan mempunyai fungsi utama, yaitu :
1. Lembaga
sosial terbentuk dari obyek-obyek budaya materiil, pola-pola khusus tingkah
laku seperangkat sikap, peranan dan harapan-harapan.
2. Lembaga
sosial mempersiapkan para anggota berperan serta secara aktif dalam
peranan-peranan yang ditentukan baginya.
3. Lembaga
sosial berfungsi mewujudkan beberapa kebutuhan manusia yang pokok, seperti
memperoleh pakaian, makanan, papan dan sebagainya.
4. Lembaga
sosial memberikan pedoman tingkah laku bagi para anggota dalam menghadapi
masalah-masalah sosial, khususnya yang berkaitan dengan usaha pemenuhan
kebutuhan pokok.
5. Lembaga
sosial memberikan petunjuk tentang bagaimana memberikan kontrol sosial terhadap
perilaku para anggota.
6. Lembaga
sosial melalui sistem nilai dan pola tingkah laku serta sistem sangsi dan
kontrol sosial menjamin kelangsungan dan keutuhan Lembaga itu sendiri.
7.
Ciri-Ciri
Lembaga Sosial
Selo Soemardjan-Soelaeman dalam
Setangkai Bunga Sosiologi, mengutip Gillin dalam tulisannya yang berjudul
General Features of Social Institutions, mengemukakan beberapa ciri Lembaga
sosial, sebagai berikut :
1. Lembaga
sosial merupakan suatu organisasi dari pola-pola pemikiran dan perilaku yang
terwujud melalui aktivitas-aktivitas sosial dan hasil-hasilnya. Lembaga sosial
terdiri dari adat istiadat, tata kelakuan, kebiasaan serta unsur-unsur
kebudayaan lainnya yang secara langsung tergabung dalam suatu unit yang
fungsional.
2. Suatu
tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri-ciri semua Lembaga. Sistem-sistem
kepercayaan dan aneka macam tindakan baru akan menjadi bagian Lembaga setelah
melewati waktu yang relative lama.
3. Lembaga
sosial mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Mungkin tujuan-tujuan itu
tidak sejalan dengan fungsi yang seharusnya dari suatu Lembaga, apabila
dipandang dari sudut kebudayaan secara keseluruhan.
4. Lembaga
sosial mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai
tujuannya, seperti misalnya bangunan, peralatan dan mesin-mesin.
5. Lambang-lambang
biasanya juga merupakan ciri yang khas dari Lembaga sosial, lambing-lambang itu
secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi Lembaga yang bersangkutan.
6. Suatu
Lembaga sosial memiliki suatu tradisi yang tertulis ataupun tidak tertulis,
yang merumuskan tujuan, tata tertib dan lain-lain.
8.
Tipe
Lembaga Sosial
Tipe Lembaga sosial dapat
diklasifikasikan dengan berbagai cara. Klasifikasi menurut Gillin adalah
sebagai berikut :
1. Crescive
institution dan enacted institution yang merupakan klasifikasi dari sudut
pengembangannya. Crescive institutions merupakan Lembaga yang secara tak
sengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat. Enacted institutions dengan
sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan tertentu misalnya Lembaga hutang
piutang, perdagangan dan pendidikan yang semuanya berakar pada kebiasaan dalam
masyarakat.
2. Menurut
sistem nilai yang diterima masyarakat, maka Lembaga dibagi atas Basic
Institutions dan Subsidiary Institutions.
Basic
institutions dianggap sebagai Lembaga sosial yang sangat penting untuk
memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat, misalnya keluarga,
sekolah, negara dan sebagainya.
Sebaliknya,
subsidiary institutions adalah yang dianggap kurang penting, misalnya
kegiatan-kegiatan untuk rekreasi.
3. Dari
sudut penerimaan masyarakat, Lembaga dapat dibedakan atas Approved atau Social
Sanctioned Institutions dengan Unsanctioned Institutions.
Approved
atau social sanctioned institutions adalah Lembaga-Lembaga yang diterima
masyarakat, seperti sekolah, perusahaan dagang dan sebagainya.
Unsanctioned
institutions adalah yang ditolak oleh masyarakat, walaupun kadang-kadang tidak
berhasil untuk memberantasnya, seperti kelompok penjahat, pemeras dan
sebagainya.
4. Perbedaan
antara general institutions dengan restricted institutions didasarkan pada
faktor penyebarannya. Misalnya, agama merupakan suatu general institutions oleh
karena itu ia dikenal oleh hampir semua masyarakat dunia, sedangkan agama
islam, protestan, katolik dan sebagainya merupakan restricted institutions,
karena ia dianut oleh masyarakat tertentu saja di dunia ini.
5. Dari
sudut fungsinya terdapat perbedaan antara operative institutions dan regulative
institutions. Yang pertama berfungsi sebagai Lembaga yang menghimpun pola serta
tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan Lembaga yang bersangkutan,
seperti misalnya Lembaga industrialisasi. Yang kedua bertujuan mengawasi adat
istiadat atau tata kelakuan yang tidak menjadi bagian mutlak dari Lembaga itu
sendiri. Contoh adalah Lembaga-Lembaga hukum seperti kejaksaan, pengadilan dan
sebagainya.
9.
Contoh
Lembaga Kesehatan
Salah satu contoh Lembaga Sosial di
bidang Kesehatan Masyarakat adalah Lembaga Kesehatan Masyarakat Indonesia yang kemudian disingkat
dengan nama"LAKSMI"didirikan pada Tanggal 2 Desember
2004 di Aceh – Indonesia. LAKSMI merupakan organisasinon-pemerintah dan
non-profit yang bergerak dibidang Sosial/Kemanusiaan.
Pada awal tahun pendiriannya, LAKSMI hanya memfokuskan
kegiatannya pada bidang penelitian kesehatan keluarga, kesehatan lingkungan,
promosi kesehatan dan Pengobatan. Kegiatan non-kesehatan hanya terbatas kepada
pembentukan forum-forum dimasyarakat. Forum dibentuk hanya sebagai perpanjangan
tangan LAKSMI dimasyarakat dan penguatan kapasitas masyarakat sipil dalam
rangka penyelesain masalah.
Hal ini terkait pada situasi saat itu dimana Provinsi Aceh masih
mengalami konflik bersenjata yang berkepanjangan mengakibatkan tidak
maksimalnya pelaksanaan pelayanan kesehatan dan non-kesehatan untuk masyarakat
khususnya dipedesaan.
Seiring dengan perjalanan waktu dan berakhirnya konflik
bersenjata di Aceh maka, LAKSMI berupaya melakukan pengembangan baik ditingkat
internal maupun eksternal. Didalam pengembangannya, LAKSMI mengadopsi undang-undang
RI No.11 tahun 2005, tentang international covenant on
economic, social and cultural rights ( Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak
Ekonomi, Sosial Dan Budaya) dan Undang- Undang N0. 23 Tahun
1992 tentang batasan kesehatan yang mencakup 4 aspek,
yaitu: Kesehatan fisik ( badan ), Mental ( jiwa ), Sosial, dan Ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani. 1994. Sosiologi
Sistematika, Teori dan Terapan. Jakarta : Bumi Aksara
Horton, Paul B. dan Hunt, Chester L. 1987.
Soiologi Edisi ke 6. Jakarta : Penerbit Erlangga
Huky, Wila D.A. 1985. Pengantar Sosiologi.
Surabaya : Usaha Nasional Surabaya-Indonesia
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi
Suatu Pengantar. Jakarta : PT Raja Gravindo Persada
Sunarto, Kamanto. 2000. Pengantar
Sosiologi Edisi ke 2. Jakarta ; Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar