1 Sistem Pernapasan
1.1
Anatomi Fungsional Saluran Pernapasan
Dalam
tubuh kita, saluran pernapasan dibagi menjadi dua bagian yakni :
Saluran napas atas :
1. Rongga hidung
2. Nasofaring
3. Orofaring
4. Laringofaring
Saluran napas bawah :
1) Laring
2) Trakea
3) Bronkhi
4) Paru-paru
A. Rongga Hidung dan Nasal
Rongga
hidung dilapisi selaput lender yang sangat kaya akan pembuluh darah, bersambung
dengan lapisan faring dan selaput lender semua sinus yang mempunyai lubang
masuk ke dalam rongga hidung. Daerah pernapasan dilapisi epithelium silinder
dan sel epitel berambut yang mengandung sel cangkir atau sel lendir. Sekresi
sel itu membuat permukaan nares basah dan berlendir. Di atas septum nasalis dan
konka, selaput lendir ini paling tebal, yang diuraikan dibawah. Tiga tulang
kerang (konka) yang diselaputi epithelium pernapasan, yang menjorok dari
dinding lateral hidung ke dalam rongga, sangat memperbesar permukaan selaput
lendir tersebut.
1. Hidung Eksternal
Terbentuk
piramid disertai dengan suatu akar dan dasar. Bagian ini tersusun dari kerangka
kerja tulang, kartilago hialin, dan jaringan fibroareolar. Fungsinya adalah menghirup
udara pernafasan, menyaring udara, menghangatkan udara pernafasan, dan juga berperan dalam resonansi suara.
a) Septum nasal membagi hidung
menjadi sisi kiri dan sisi kanan rongga nasal. Bagian anterior septum adalah
kartilago.
b) Naris (nostril) eksternal
dibatasi oleh kartilago nasal. Kartilago nasal terletak di bawah jembatan
hidung. Ala besar dan ala kecil kartilago nasal mengelilingi nostril.
c) Tulang hidung.
1) Tulang nasal membentuk
jembatan dan bagian superior kedua sisi hidung.
2) Vomer dan lempeng
perpendicular tulang etmoid membentuk bagian posterior septum nasal.
3) Lantai rongga nasal adalah
palatum keras yang terbentuk dari tulang maksila dan platinum.
4) Langit-langit rongga nasal
pada sisi medial terbentuk dari lempeng kribriform tulang etmoid, pada sisi
anterior dari tulang frontal dan nasal, dan pada sisi posterior dari sphenoid.
5) Konka (turbinatum) nasalis
superior, tengah, dan inferior menonjol pada sisi medial dinding lateral rongga
nasal. Setiap konka dilapisi membrane mukosa (epitel kolumnar bertingkat dan
bersilia) yang berisi kelenjar pembuat mucus dan banyak mengandung pembuluh
darah.
6) Meatus superior, medial dan
inferior merupakan jalan udara rongga nasal yang terletak di bawah konka.
d) Empat pasang sinus paranasal
(frontal, etmoid, maksilar, dan sfenoid) adalah kantong tertutup pada bagian
frontal etmoid, maksilar, dan sfenoid. Sinus ini dilapisi membran mukosa. Sinus
berfungsi untuk meringankan tulang cranial, member area permukaan tambahan pada
saluran nasal untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk, memproduksi
mukus, dan member efek resonansi dalam produksi suara.
2. Membran mukosa nasal
a) Struktur
Kulit pada bagian eksternal permukaan hidung yang
mendung folikel rambut, keringat, dan kelenjar sebasea, merentang sampai
vestibula yang terletak di dalam nostril. Kulit di bagian dalam ini mengandung
rambut (vibrissae) yang berfungsi untuk menyaring partikel dari udara terhisap.
Di bagian rongga nasal yang lebih dalam, epithelium respiratorik membentuk
mukosa yang melapisi ruang nasal selebihnya.
Lapisan ini terdiri dari epithelium bersilia dengan sel goblet yang
terletak pada lapisan jaringan ikat tervaskularisasi.
b) Fungsi
Penyaringan partikel kecil, penghangatan dan
pelembaban udara yang masuk, dan resepsi odor.
B. Faring
Faring adalah tabung muscular berukuran 12,5 cm yang
merentang dari bagian dasar tulang tengkorak sampai esophagus. Fungsi
utama faring adalah sebagai saluran alat pencernaan yang membawa makanan dari
rongga mulut hingga ke esofagus. Hubungan faring dengan rongga hidung dan
laring ini membuat faring menjadi cukup penting dalam produksi suara, serta
memungkinkan manusia untuk bernapas menggunakan mulut serta jika diperlukan
secara medis memasukkan makanan melalui hidung.
Faring terbagi menjadi :
1) Nasofaring : bagian
posterior rongga nasal yang membuka kea rah rongga nasal melalui dua naris
internal (koana). Dua tuba eustachius (auditorik) menghubungkan nasofaring
dengan telinga tengah. Amandel (adenoid) faring adalah penumpukan jaringan
limfatik yang terletak di dekat naris internal.
2) Orofaring : dipisahkan dari nasofaring
oleh palatum lunak muscular, suatu perpanjangan palatum keras tulang. Uvula
adalah prosesus kerucut (conical) kecil yang menjulur ke bawah dari bagian
tengah tepi bawah palatum lunak. Amandel platinum terletak pada kedua sisi
orofaring posterior.
3) Laringofaring : mengelilingi
mulut esofagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk sistem respiratorik
selanjutnya.
C. Laring
Laring (kotak suara) menghubungkan faring dengan
trakea. Laring adalah tabung pendek berbentuk seperti kotak triangular dan
ditopang oleh Sembilan kartilago; tiga berpasangan dan tiga tidak berpasangan. Fungsi
utama laring adalah untuk melindungi saluran pernapasan dibawahnya dengan cara
menutup secara cepat pada stimulasi mekanik, sehingga mencegah masuknya benda
asing ke dalam saluran napas. Laring mengandung pita suara (vocal cord).
1) Kartilago tidak berpasangan
a) Kartilago tiroid (jakun)
terletak di bagian proksimal kelenjar tiroid.
b) Kartilago krikoid adalah
cincin anterior yang lebih kecil dan lebih tebal, terletak di bawah kartilago
tiroid.
c) Epiglotis adalah katup
kartilgo elastis yang melekat pada tepian anterior kartilago tiroid.
2) Kartilago berpasangan
a) Kartilago aritenoid terletak
di atas dan di kedua sisi kartilago krikoid
b) Kartilago kornikulata
melekat pada bagian ujung kartilago aritenoid.
c) Kartilago kueniform berupa
batang-batang kecil yang membantu menopang jaringan lunak.
3) Dua pasang lapitan lateral
membagi rongga laring.
a) Pasangan bagian atas adalah
lapisan ventricular (pita suara semu) yang tidak berfungsi saat memproduksi
suara.
b) Pasangan bagian bawah adalah
pita suara sejati yang melekat pada kartilago tiroid dan pada kartilago
aritenoid serta kartilago krikoid. Pembuka di antara kedua pita ini adalah
glottis.
D. Trakea (pipa udara) adalah
tuba dengan panjang 10-12 cm dan diameter 2,5 cm serta terletak di atas
permukaan anterior esofagus. Tuba ini merentang dari laring pada area
vertebrata serviks keenam sampai area vertebra toraks kelima tempatnya membelah
menjadi dua bronkus utama. Fungsi utama dari trakea adalah untuk
menyediakan saluran napas yang jelas untuk udara masuk dan keluar dari
paru-paru.
E. Percabangan bronkus
1) Bronkus primer (utama) kanan
berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan lebih lurus dibandingkan bronkus
primer kiri karena arkus aorta membelokkan trakea bawah ke kanan,
2) Bronki disebut
ekstrapulmonar sampai memasuki paru-paru, setelah itu disebut intrapulmonary.
F. Paru-paru
1) Paru-paru adalah organ
berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara, terletak dalam rongga toraks.
a) Paru kanan memiliki tiga
lobus; paru kiri memiliki dua lobus.
b) Setiap paru memilliki sebuah
apeks yang mencapai bagian atas iga pertama, sebuah permukaan diafragmatik (bagian
dasar) terletak diatas diafragma, sebuah permukaan mediastinal (medial) yang
terpisah dari paru lain oleh mediastium, dan permukaan kostal terletak di atas
kerangka iga.
2) Pleura adalah membrane
penutup yang membungkus setiap paru.
a) Pleura parietal melapisi
rongga toraks (kerangka iga, diafragma, mediastinum).
b) Pleura visceral melapisi
paru dan bersambungan dengan pleura parietal di bagian bawah paru.
c) Rongga pleura (ruang
intrapleural) adalah ruang potensial antara pleura pariental dan visceral yang
mengandung lapisan tipis cairan pelumas.
d) Resesus pleura adalah area
rongga pleura yang tidak berisi jaringan paru. Resesus pleura kostomediastinal
terletak di tepi anterior kedua sisi pleura, tempat pleura berbelok dari
kerangka iga ke permukaan lateral mediastinum. Resesus pleura kostodiafragmatik
terletak di tepi posterior kedua sisi pleura di antara diafragma dan permukaan
kostal internal toraks.
3) Fungsi
utama paru-paru adalah untuk membantu oksigen dari udara yang kita hirup masuk
sel darah merah.
1.2
Mekanisme Pernapasan (Ventilasi Pulmonar)
A.
Prinsip dasar
1.
Toraks adalah tongga tertutup kedap udara di
sekeliling paru-paru yang terbuka ke atmosfer hanya melalui jalur sistem
pernapasan.
2.
Pernapasan adalah proses inhalasi (inhalasi)
udara ke dalam paru-paru dan ekshalasi (ekhalasi) udara dari paru-paru ke
lingkungan luar tubuh.
3.
Sebelum inhalasi dimulai, tekanan udara atmosfer
(sekitar 760 mmHg) sama dengan tekanan udara dalam alveoli yang disebut sebagai
tekanan intra-alveolar (intrapulmonar).
4.
Tekanan intrapleura dalam rongga pleura (ruang
antar pleura) adalah tekanan sub-atmosfer, atau kurang dari tekanan
intra-alveolar.
5.
Peningkatan atau penurunan volume rongga toraks
mengubah tekanan intrapleura dan intra-alveolar yang secara mekanik menyebabkan
pengembangan atau pengempisan paru-paru.
6.
Otot-otot inhalasi memperbesar rongga toraks dan
meningkatkan volumenya.
a)
Inhalasi membutuhkan kontraksi otot dan energi.
1)
Diafragma, yaitu otot berbentuk kubah yang jika
sedang relaks akan memipih saat berkontraksi dan memperbesar rongga toraks ke
arah inferior.
2)
Otot interkostal eksternal mengangkat iga ke
atas dan ke depan saat berkontraksi sehingga memperbesar rongga toraks ke arah
anterior dan superior.
3)
Dalam pernapasan aktif atau pernapasan dalam,
otot-otot sternokleidomastoid, pektoralis mayor, serratus anterior, dan otot
skalena juga akan memperbesar rongga toraks.
b)
Ekshalasi pada pernapasan yang tenang
dipengaruhi oleh relaksasi otot dan disebut proses pasif.
B.
Faktor-faktor dalam inflasi dan deflasi
paru-paru.
1.
Tekanan intrapleura negatif dalam rongga pleura
menahan paru-paru tetap berkontak dengan dinding toraks karena tekanan ini
menghasilkan pengisapan (suction) antara pleura parietal yang melekat pada
dinding toraks, dan pleura visceral yang melapisi permukaan paru-paru.
2.
Jaringan elastik dalam paru-paru bertanggung
jawab terhadap kecenderungannya untuk menjauh dari dinding toraks dan
mengempis.
3.
Selama inhalasi dan ekspansi toraks, tekanan
intrapleura negatif semakin berkurang (semakin negatif).
4.
Saat paru-paru berekspansi, tekanan udara di
dalam paru-paru (tekanan intra-alveolar) menurun drastis sampai di bawah
tekanan atmosfer di luar tubuh.
5.
Saat otot-otot inhalasi relaks, ukuran rongga
toraks berkurang, elastisitas paru-paru menariknya ke dalam, tekanan
intra-alveolar meningkat sampai di atas tekanan atmosfer, dan udara dikeluarkan
dari paru-paru.
6.
Surfaktan adalah sejenis lipoprotein yang
disekresi oleh sel-sel epitel dalam alveoli paru matur. Surfaktan mengurangi
tegangan permukaan cairan yang menurunkan kecenderungan pengempisan alveoli dan
memungkinkan alveoli untuk berinflasi dalam tekanan yang lebih rendah.
7.
Komplians mengacu pada distensibilitas paru-paru
atau kemudahan inflasinya. Komplians didefinisikan sebagai suatu ukuran
peningkatan volume paru yang dihasilkan setiap unit perubahan dalam tekanan
intra-alveolar. Pengukuran ini dinatakan dalam liter (volume udara) per
sentimeter air (tekanan).
8.
Pneumotoraks dan atalektasis. Secara normal,
tidak ada udara masuk ke rongga pleura. Jika udara dibiarkan masuk dalam ruang
intrapleura (karena luka tusuk atau tulang iga patah), kondisi ini disebut
pneumotoraks (udara dalam dada). Akibat menghilangnya tekanan negatif dalam
rongga intrapleura adalah pengempisan paru-paru, disebut atalektasis.
C.
Volume dan kapasitas paru.
Volume udara dalam
paru-paru dan kecepatan pertukaran saat inhalasi dan ekshalasi dapat diukur
melalui spirometer.
1.
Volume
a)
Volume tidal (VT) adalah volume udara yang masuk
dan keluar paru-paru selama ventilasi normal biasa. VT pada dewasa muda sehat
berkisar 500 ml untuk laki-laki dan 380 ml untuk perempuan.
b)
Volume cadangan inhalasi (VCI) adalah volume
udara ekstra yang masuk ke paru-paru dengan inhalasi maksimum di atas inhalasi
tidal. CDI berkisar 3.100 ml pada laki-laki dan 1.900 ml pada perempuan.
c)
Volume cadangan ekshalasi (VCE) adalah volume
ekstra udara yang dapat dengan kuat dikeluarkan pada akhir ekshalasi tidal
normal. VCE biasanya berkisar 1.200 ml pada laki-laki dan 800 ml pada
perempuan.
d)
Volume residual (VR) adalah volume udara sisa
dalam paru-paru setelah melakukan ekshalasi kuat. Rata-rata volume ini pada
laki-laki sekitar 1.200 ml dan pada perempuan 1.000 ml.
2.
Kapasitas
a)
Kapasitas residual fungsional (KRF) adalah
penambahan volume residual dan volume cadangan ekshalasi (KRF=VR+VCE).
Kapasitas ini merupakan jumlah udara sisa dalam sistem respiratorik setelah ekshalasi
normal. Nilai rata-ratanya adalah 2.200 ml.
b)
Kapasitas inhalasi (KI) adalah penambahan volume
tidal dan volume cadangan inhalasi (KI=VT+VCI). Nilai rata-ratanya adalah 3.500
ml.
c)
Kapasitas vital (KV) adalah penambahan volume
tidal, volume cadangan inhalasi, dan volume cadangan ekshalasi (KT=VT+VCI+VCE).
Kapasitas vital merupakan jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dengan
kuat setelah inhalasi maksimum. Kapasitas vital dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti postur, ukuran rongga toraks, dan komplains paru, tetapi nilai
rata-ratanya sekitar 4.500 ml.
d)
Kapasitas total paru (KTP) adalah jumlah total
udara yang dapat ditampung dalam paru-paru dan sama dengan kapasitas vital
ditambah volume residual (KTP=KV+VR). Nilai rata-ratanya adalah 5.700 ml.
3.
Volume ekshalasi kuat dalam satu detik (VEK1)
adalah volume udara yang dapat dikeluarkan dari paru yang terinflasi maksimal
saat detik pertama ekhalasi maksimum. Nilai normal VEK1 sekitar 80%
KV.
4.
Volume respirasi menit adalah volume tidal
dikalikan jumlah pernapasan per menit.
D.
Angka ventilasi alveolar adalah volume udara
baru yang masuk alveolar per menit, dan sama dengan nilai VT dikali kecepatan
respirasi.
1.
Udara yang mangisi jalan udara penghantar
(hidung, faring, trakea, bronki, dan bronkeolus) tidak berpartisipasi dalam
pertukaran gas dan disebut ruang mati.
a)
Ruang mati anatomis mengacu pada jalan
penghantar yang berisi udara ruang mati.
b)
Ruang mati fisiologis meliputi semua area
alveoli yang tidak atau sebagian berfungsi seperti ruang mati anatomis.
2.
Kapasitas residual fungsional paru-paru sekitar
2.400 ml, dan hanya 350 ml udara bar yang dibawa dalam satu napas; dengan
demikian hanya sekitar sepertujuh udara alveoli lama yang ditukar dalam satu
kali napas.
E.
Mekanisme Pernapasan dada dan
Pernapasan Perut
Bernapas terdiri dua proses pernapasan yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Bernapas terdiri dua
fase yakni fase inhalasi dan ekshalasi dimana inhalasi adalah proses pemasukan oksigen kedalam tubuh. Ekshalasi merupakan proses pengeluaran
karbon diokasida dari dalam tubuh, Kedua fase ini sangat berperan penting dalam
Mekanisme pernapasan dada dan pernapasan perut, karna pernapasan dada terjadi
melalui fase inhalasi dan ekshalasi , itu juga terjadi pada pernapasan perut
karna pernapasan perut melalui fase inhalasi dan fase ekshalasi.
1. Pernapasan
Dada
Inhalasi terjadi jika otot antar tulang
rusuk berkontrak sehingga tulang rusuk dan dada terangkat. Akibatnya rongga
dada membesar, paru-paru mengembang, dan penurunan tekanan udara di dalam
paru-paru. Karena tekanan udara di luar tubuh lebih besar, maka udara yang kaya
oksigen masuk ke dalam tubu. Ekshalasi terjadi jika otot antar tulang rusuk berelaksasi
sehingga tulang-tulang rusuk dan dada turun kembali pada kedudukan semula.
Akibatnya, rongga dada mengecil, volume paru-paru berkurang, dan peningkatan
tekanan udara di dalam paru-paru. Kemudian, udara yang kaya karbon dioksida
terdorong keluar tubuh melalui hidung.
Mekanisme pernapasan dada
a) Fase inhalasi
pernapasan dada
Mekanisme inhalasi pernapasan dada
sebagai berikut. Otot antar tulang rusuk (muskulis intercostalis eksternal)
berkontraksi -> rusuk terangkat (posisi datar) -> paru-paru
mengembang -> tekanan udara dalam paru-paru menjadi lebih kecil dibandingkan
tekanan udara luar -> udara luar masuk ke paru-paru.
b) Fase Ekshalasi
pernapasan dada
Mekanisme ekshalasi pernapasan dada
adalah sebagai berikut. Otot antar tulang rusuk relaksasi -> tulang rusuk
menurun -> paru-paru menyusut -> tekanan udara dalam paru-paru lebih
besar dibandingkan dengan tekanan udara luar -> udara keluardari
paru-paru.
2. Pernapasan
Perut
Inhalasi terjadi jika otot diafragma
berkontraksi sehingga letaknya sedikit mendatar. Keadaan ini mengkibatkan
rongga perut turun kebawah, rongga dada membesar, paru-paru mengambang, dan
tekanan udara di dalam paru-paru mengecil. Akibatnya udara yng kaya oksigen
masuk kedalam tubuh.
Ekshalasi terjadi jika otot diafragma
berelaksasi sehingga letaknya kembali pada kedudukan semula. Kondisi ini mengakibatkan
rongga perut kembali ke posisi semula, rongga dada mengecil, volume paru-paru
berkurang, dan tekanan udara di dalam paru-paru membesar. Akibatnya udara yang
kaya karbon dioksida terdorong keluar tubuh.
Mekanisme Pernapasan perut
a) Fase Inhalasi pernapasan Perut
Mekanisme Inhalasi pernapasan perut sebagai berikut. Sekat
rongga dada (diafragma) berkontraksi -> posisi dari melengkung menjadi
mendatar -> paru-paru mengambang -> tekanan udara dalam paru-paru lebih
kecil dibandingkan tekanan udara luar -> udara masuk.
b) Fase ekshalasi
pernapasan perut
Mekanisme ekshalasi pernapasan perut sebagai berikut. Otot
diafragma relaksasi -> posisi dari
mendatar kembali melengkung -> paru-paru mengempis -> tekanan udara di
paru-paru lebih besar dibandingkan tekanan udara luar -> udara keluar dari
paru-paru.
1.3
Pertukaran Gas
A. Komposisi
udara atmosfer
Udara atmosfer, pada
tekanan 760 mmHg di hari yang hanngat, terdiri dari oksigen (21%), nitrogen
(79%), karbon dioksida (0,04%), dan berbagai gas mulia.
B. Sifat
dan konsep tekanan parsial gas
1.
Dalam campuran gas,
setiap gas memakai tekanannya sendiri sesuai dengan persentasenya dalam
campuran terlepas dari keberadaan gas lain (hukum dalton).
2.
Tekanan ini disebut
tekanan parsial gas dalam suatu campuran dan dilambangkan dengan simbol P di
depan lambang kimia gas serta dinyatakan dalam milimeter mercuri (mmHg).
Tekanan parsial oksigen (PO2)
dalam atmosfer:
21/100 X 760 mmHg = 160 mmHg PO2
Tekanan parsial karbon dioksida (PCO2)
dalam atmosfer:
0,04/100 X 760 mmHg = 0,3 mmHg PCO2
3.
Solubilitas gas dalam
air bervariasi sesuai tekanan dan temperaturnya. Solubilitas meningkat serta
dengan peningkatan tekanan parsial dan menurun sesuai dengan peningkatan
temperatur (Hukum Henry)
4.
Volume gas berbanding
terbalik dengan tekanan gas (Hukum Boyle). Jika tekanan meningkat,
molekul-molekul gas terkompresi dan volume berkurang.
C. Pertukaran
gas pulmonar
1. Membran
respirasi, tempat berlangsungnya pertukaran gas, terdiri dari lapisan
sulfaktan, epitelium skuamosa simpel pada dinding alveolar, membran dasar pada
dinding alveolar. Ruang interstisial yang mengandung serabut jaringan ikat dan
cairan jaringan, membran dasar kapilar, dan endotelium kapilar. Molekul gas
harus melewati keenam lapisan ini melalui proses difusi.
2. O2
CO2 menurunkan gradien tekanan parsialnya saat melewati
membran respiratorik.
a) Molekul
gas berdifusi dari area bertekanan parsial tinggi ke area bertekanan lebih
rendah terlepas dari konsentrasi gas lain dalam larutan; dengan demikian,
kecepatan difusi gas menembus membran ditentukan oleh tekanan parsialnya.
b) PO2
dalan udara alveolar adalah 100 mmHg, sementara PO2 pada darah
terdeoksigenasi dalam kapiler pulmoner di sekitar alveoli adalah 40 mmHg.
Dengan demikian, O2 berdifusi dari udara alveolar menembus membran
respiratorik menuju kapilar paru.
c) PCO2
dalam udara alveolar adalah 40 mmHg dan PCO2 dalam kapilar di sekitarnya adalah 45 mmHg.
Dengan demikian CO2 berdifusi dari kapilar ke alveoli
3. Faktor
yang memengaruhi difusi gas selain gradien tekanan parsialnya, antara lain:
a) Ketebalan
membran respirasi. Penyebab apapun yang dapat meningkatkan ketebalan membran, seperti edema dalam ruang
interstisial atau infiltrasi fibrosa paru-paru akibat penyakit pulmonar dapat
mengurangi difusi.
b) Area
permukaan membran respirasi. Pada penyakit seperti emfisema, sebagian besar
permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas berkurang dan pertukaran gas
mengalami gangguan berat.
c) Solubilitas
gas dalam membran respirasi. Solubilitas
CO2 20 kali kebih besar dari O2. Dengan demikian, CO2
berdifusi melalui membran 20 kali lebih cepat dai O2.
1.4
Transpor Gas Melalui
Darah
A. Transpor
Oksigen
Sekitar
97% oksigen dalam darah dibawa eritrosit yang telah berikatan dengan hemoglobin
(Hb). 3% oksigen sisanya larut dalam plasma.
1. Setiap
molekul dalam keempat molekul besi dalam hemoglobin berikatan dengan satu
molekul oksigen untuk membentuk oksihemoglobin (HbO2) berwarna merah
tua. Ikatan ini tidak kuat dan reversible. Hemoglobin tereduksi (HHb) berwarna
merah kebiruan.
2. Kapasitas
oksigen adalah volume maksimum oksigen yang dapat berikatan dengan sejumlah
hemoglobin dalam darah.
a) Setiap
sel darah merah mengandung 280 juta molekul hemoglobin dan setiap gram
hemoglobin dapat mengikat 1,34 ml oksigen.
b) 100
ml darah rata-rata mengandung 15 gram hemoglobin untuk maksimum 200 ml O2
per 100 ml darah (15 x 1,34). Konsentrasi hemoglobin ini biasanya dinyatakan
sebagai persentase volume dan merupakan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan
tubuh.
3. Kejenuhan
oksigen darah adalah rasio antara volume oksigen actual yang terikat pada
hemoglobin dan kapasitas oksigen :
Kejenuhan oksigen
dibatasi oleh jumlah hemoglobin atau PO2.
4. Kurva
disosiasi oksigen-hemoglobin.
Grafik diatas
memperlihatkan persentase kejenuhan hemoglobin pada garis vertikal dan tekanan
parsial oksigen pada garis horizontal.
a) Kurva
berbentuk S (sigmoid) karena kapasitas pengisian oksigen pada hemoglobin
(afinitas pengikatan oksigen) bertambah jika kejenuhan bertambah. Demikian
pula, jika pelepasan oksigennya (pelepasan oksigen terikat) meningkat,
kejenuhan oksigen darah pun meningkat.
b) Lereng
kurva disosiasi ini menjadi tajam diantara tekanan 10-50 mmHg dan mendatar di
antara 70-100 mmHg.
c) Jika
PO2 turun sampai di bawah 50 mmHg, seperti yang terjadi dalam
jaringan tubuh, perubahan PO2 ini walaupun sangat sedikit dapat
mengakibatkan perubahan yang besar pada kejenuhan hemoglobin dan volume oksigen
yang dilepas.
d) Darah
arteri secara normal membawa 97% oksigen dari kapasitasnya untuk melakukan hal
tersebut.
e) Dalam
darah vena, PO2 mencapai 40 mmHg dan hemoglobin masih 75% jenuh, ini
menunjukkan bahwa darah hanya melepas sekitar seperempat muatan oksigennya saat
melewati jaringan.
5. Afinitas
hemoglobin terhadap oksigen dan kurva disosiasi oksigen-hemoglobin dipengaruhi
oleh pH, temperature, dan konsentrasi 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG).
a) Hemoglobin
dan pH. Peningkatan PO2 darah atau peningkatan asiditas darah
(penurunan pH darah dan peningkatan konsentrasi ion hidrogen) melemahkan ikatan
antara oksigen dan hemoglobin, sehingga kurva bergerak ke kanan.
b) Hemoglobin
dan temperatur. Peningkatan temperatur yang terjadi dalam visinitas sel-sel
yang bermetabolis aktif juga akan menggerakkan kurv ke kanan dan meningkatkan
penghantaran oksigen ke otot yang bergerak.
c) Hemoglobin
dan DPG. Peningkatan konsentrasi 2,3-DPG, suatu metabolit glikolisis yang
ditemukan dalam sel darah merah akan menurunkan afinitas hemoglobin terhadap
oksigen dan menggerakkan kurva disosiasi oksigen-hemoglobin ke kanan.
6. P50
adalah indeks yang tepat untuk pemindahan kurva disosiasi oksigen-hemoglobin.
Sebenarnya, PO2-lah yang menunujukkan hemoglobin 50% jenuh dengan
oksigen. Semakin tinggi P50, semakin rendah afinitas hemoglobin
terhadap oksigen.
B. Transpor
karbon dioksida.
Karbon
dioksida yang berdisfusi ke dalam darah dari jaringan dibawa ke paru-paru
melalui cara berikut ini :
1. Sejumlah
kecil karbon dioksida (7%-8%) tetap terlarut dalam plasma.
2. Karbon
dioksida yang tersisa bergerak ke dalam sel darah merah, dimana 25%-nya
bergabung dalam bentuk reversible yang tidak kuat dengan gugus amino di bagian
globin pada hemoglobin untuk membentuk karbaminohemoglobin.
3. Sebagian
besar karbon dioksida dibawa dalam bentuk bikarbonat, terutama dalam plasma.
4. Pergeseran
klorida. Ion bikarbonat bermuatan negatif yang terbentuk dalam sel darah merah
berdisfusi ke dalam plasma dan hanya menyisakan ion bermuatan positif
berlebihan.
5. Ion
hidrogen bermuatan positif yang terlepas akibat disosiasi asam karbonat,
berikatan dengan hemoglobin dalam sel darah merah untuk meminimisasi perubahan
pH.
A.
Kendali
Saraf
Respirasi dikendalikan oleh dua
mekanisme saraf yang terpisah. Sistem volunter yang berasal dari korteks
serebal berfungsi sebagai pengendalian pernapasan saat melakukan aktivitas
seperti berbicara dan makan. Sistem involunter yang terletak dibagian medula
dan batang otak berfungsi sebagai mengatur respirasi sesuai kebutuhan metabolik
tubuh.
1.
Pusat
Respiratorik Medular. Pusat respiratorik medular mengandung neuron inhalasi dan
ekshalasi yang terletak sebagai agregasi longgar dalam formasi retikular pada
medula. Agregasi ini dilepas untuk memproduksirespirasi otomatis.
a)
Neuron
Inhalasi terletak dalam medula dorsal. Neuron ini mengirim impuls ke neuron
motorik yang berujung pada otot inhalasi. Saat neuron inhalasi menghentikan
aktivitasnya, otot-otot inhalasi menjadi relaks dan ekshalasi berlangsung.
b)
Neuron
Ekshalasi terletak dalam medula ventral. Selama pernapasan aktif atau kuat,
neuron mengeluarkan impuls ke neuron motorik yang berujung di otot interkostal
internal dan abdominal serta memfasilitasi ekshalasi.
c)
Mekanisme
yang pasti untuk menjelaskan irama respiratorik tidak diketahui, tapi pada
dasarnya (2 detik untuk inhalasi dan 3 detik untuk ekshalasi) dipercaya
dilakukan oleh neuron inhalasi disertai inhibisi impuls reiprokal antara neuron
inhalasi dan ekspresi.
2.
Pusat
Respirasi Batang Otak (Pons)
a)
Pusat
Pneumotaksis dalam batang otak bagian atas membatasi durasi inhalasi, tetapi
meningkatkan frekuensi respirasi, mengakibatkan pernapasan dangkal dan cepat.
b)
Pusat
Apneustik pada batang otak bagian bawah memfasilitasi efek terhadap inhalasi.
3.
Refleks
Respiratorik
a)
Refleks
Infiasi
Reseptor peregang dalam otot
polos paru-paru terstimulasi saat paru-paru mengembang. Reseptor ini mengirim
impuls penghambat di sepanjang serabut vagus aferen menuju neuron inspiraasi
medular. Refleks ini mencegah terjadinya overinflasi paru-paru yang dapat
muncul saat melakukan olahraga berat. Refleks ini dipercaya tidak penting dalam
pernapasan tenang. Refleks inflasi bekerja seperti pusat pneumotaksis dengan
mengurangi kedalaman pernapasan dan meningkatkan frekuensinya.
b)
Refleks
Spinal
Berkas otot dalam otot respirasi
memantau (panjang) serabut otot. Pemendekan serabut akan tersa dan disampaikan
ke medula spinalis, yang mengakibatkan impuls motorik untuk memperbesar
kontraksi.
B.
Kendali
Kimiawi
Kemoreseptor mendeteksiperubahan
kadar oksigen, karbon dioksida, dan ion hidrogen dalam darah areteri dan cairan
(serebal) spinalis serta menyebabkan penyesuaian yang tepat antara frekuensi
dan kedlaman respirai.
1)
Kemoreseptor
Sentral
Kemoreseptor sentral adalah
neuron yang terletak di permukaan sentral lateral medula. Peningkatan kadar CO2
dalam darah arteri dan cairan (serebra) spinalis merangsang peningkatan
frekuensi dan () rspirasi. CO2 berdifusi dengan cepat ke dalam
neuron dan bereaksi dengan air. Hal ini mengakibatkan terbentuknya asam
karbonat. Asam ini kemudian berubah menjadi bikarbonat dan ion hidrogen yang
akan menstimulasi kemoreseptor sental. Namun membran sel neuron tidak terlalu
permeabel untuk difusi ion hidrogen ke arah dalam. Sedangkan, penurunan kadar
oksigen hanya sedikit berpengaruh pada kemoreseptor sentral.
2)
Kemoreseptor
Perifer
Kemoreseptor perifer terletak di
badan aorta dankarotid pada sistem arteri. Kemoreseptor ini me pada sistem
arteri. Kemoreseptor ini me pada sistem arteri. Kemoreseptor ini merespon
terhadap perubahan konsentrasi ion oksigen, karbon dioksida, dan ion hidrogen.
Reseptor perifer sensitif terhadap penurunan kadar oksigen. Badan aorta
merespon terhadap perubahan oksigen yang terikat dengan hemoglobin.badan karotid
merespon terhadap perubahan oksigen dalam plasma.
Peningkatan konsentrasi ion
hidrogen (penurunan PH) langsung merangsang kemoreseptor perifer. Peningkatan
karbon dioksida juga dapat menstimulusnya, tetapi efek utama karbon dioksida
adalah pada kemorepetor sentral.
Daftar Psutaka
Ganong, William F.2008.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 22.Jakarta:EGC
Guyton, Hall.1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9.Jakarta:EGC
Sloane, Ethel.2003.Anatomi dan Fisiologi untuk pemula.Jakarta:EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar